Senin, 15 Juni 2009

Kasih sayang seorang Ibu..

Dulu aku tidak pernah tahu arti kasih sayang seorang ibu. Karena bagi aku ibuku adalah perempuan yang matrealistis. Buktinya sejak dulu ibu selalu ikut campur dalam kehidupanku, memang sih itu bagus tapi sangat kelewatan masa sampai urusan pribadiku ibu harus ikut campur. Aku pernah pacaran dengan seorang teman SMAku yang memang sangat ganteng, tapi karena ibu tidak suka dengannya karena dia bukan dari kalangan berada dan serta merta ibu langsung menjodohkanku dengan laki-laki yang umurnya terpaut 9 tahun lebih tua dariku. Memang kami hanya tunangan saja, karena ibu tetap mempertahankan statusku yang masih SMA dan akan menikahkanku kalau aku sudah lulus kuliah nanti. Untuk soal pendidikan keluarga kami selalu mengutamakannya, dan minimal kami harus mendapatkan gelar sarjana. Tapi ternyata semua pilihan ibu itu ternyata benar, cowok yang aku pacari itu ternyata bandar narkoba dan sampai sekarang ia masih di penjara. Mulai dari kejadian itulah aku mulai mengakui bahwaembaga Pemasyarakatan atau penjara ibu itu orang yang baik dan sangat pengertian pada aku dan hidupku ini. Buktinya sekarang Mas Fabian cowok blasteran Indonesia-Cina ini yang menjadi tunanganku sekarang ternyata orang yang baik dan penyabar juga ia sangat mapan dalam pekerjaannya. Sekarang aku masih kuliah di sebuah Universitas Negeri terkemuka di Indonesia umurku memang masih terbilang muda yaitu 20 tahun dan akan menyelesaikan skripsi. Dan juga aku akan mencari kerja dulu baru bersedia menikah dengan Mas Fabian agar aku tidak selalu bergantung dengan calon suamiku itu.

"Assalamu'alaikum mas kamu mau jemput aku enggak hari ini?" pintaku setengah memohon.
"Wa'alikumussalam aduh maaf ya Tiara aku enggak bisa jemput kamu aku lagi meeting nih." ujarnya sibuk.
"Yah enggak bisa ya... Ya sudahlah enggak apa-apa aku pulang sendiri saja, jangan lupa makan ya nanti maagnya kambuh lagi Assalamu'alaikum." pesanku padanya.
" Terima kasih ya Wa'alaikummussalam." jawabnya lembut.

Karena hari ini mas Fabian enggak bisa menjemputku, terpaksa aku telpon ke rumah untuk meminta supir menjemputku tapi begitu aku menelpon ternyata ibu yang mengangkatnya.

"Assalamu'alaikum." salamku.
"Wa'alaikumussalam." jawab orang di seberang sana.
"Ini ibu ya, bu pak Tarno ada di rumah enggak tolong suruh jemput aku dong." pintaku tergesa-gesa karena kepanasan.
"Pak Tarno lagi enggak ada, tapi biarlah ibu yang menjemputmu." ujar ibu.

Menunggu ibu yang lama membuatku kepanasan karena hari ini memang cuaca sangat panas sekali. Beberapa kali kulirik mobil yang berlalu lalang di luar, namun tidak kujumpai mobil ibu. Kulihat jam, ternyata aku sudah menunggu cukup lama yaitu sudah 2
jam. Tiba-tiba perasaanku mulai tidak enak, aku takut ada apa-apa dengan ibu tapi sudahlah mungkin hanya perasaanku saja. Tidak lama berselang, handphoneku berdering menandakan ada telpon segera kulihat dilayar handphone ternyata telpon dari rumah.

"Assalamu'alaikum ada apa?" tanyaku tergesa-gesa karena takut.
"Wa'alaikumussalam Mbak ini saya mbok Jum ibu kecelakaan mobil sekarang ada di Rumah Sakit!" terang Mbok Jum panik.
"Ya Allah, terima kasih ya mbok." jawabku.

Segera kutelpon mas Fabian untuk menemaniku ke rumah sakit, tapi anehnya begitu kutelpon handphonenya tidak aktif. Karena tidak bisa menelpon mas FAbian kuputuskan saja ke rumah sakit seorang diri.

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung menanyakan keadaan ibu kepada dokter jaga.

"Selamat siang dokter, bagaimana keadaan ibu saya?" tanyaku gugup.
"Maaf bu, kami sudah melakukan yang terbaik tap nyawa ibu anda tidak bisa tertolong lagi kami minta maaf!" ujar dokter itu.

Mendengar pernyataan itu membuat badanku sangat lemas sekali, bahkan tidak mampu menopang tubuhku ini dan aku merasa aku akan pingsan. Tiba-tiba lantai yang aku pijak ini semuanya terasa kabur dan sangat gelap.

"Tiara kamu tidak apa-apa?" tanya seseorang memegang pundakku hangat dan rasanya aku mengenal suara ini.
"Mas Fabian, ibu mas...ibu..!" tangisku keras.
"Sudahlah, ikhlaskan ibu jangan buat ia tidak tenang di alamnya!" bujuk Fabian tenang sambil mengelus rambut indah Tiara.

Memang benar kata mas Fabian, aku harus mengikhlaskan kepergian ibu ini dengan hati yang ikhlas agar ibu bisa tenang disana. Ibu aku merasa berdosa sebagai anak, dulu aku sangat membencimu, sangat menghinamu tapi sungguh sekarang ini aku merasa aku belum bisa membahagiankanmu belum bisa membuatmu bangga akan hasil didikanmu ini. Ya Allah kalau ibu punya salah maafkanlah ia jangan engkau menghukumnya dan berilah ia tempat di sisi-Mu Amin! Ibu maafkan aku, kasih sayangmu tidak akan pernah hilang dalam ingatanku sampai aku menyusulmu nanti dan ibu selalu do'akan kami orang-orang yang selalu menyayangimu.

Tidak ada komentar: