Dulu aku tidak pernah tahu arti kasih sayang seorang ibu. Karena bagi aku ibuku adalah perempuan yang matrealistis. Buktinya sejak dulu ibu selalu ikut campur dalam kehidupanku, memang sih itu bagus tapi sangat kelewatan masa sampai urusan pribadiku ibu harus ikut campur. Aku pernah pacaran dengan seorang teman SMAku yang memang sangat ganteng, tapi karena ibu tidak suka dengannya karena dia bukan dari kalangan berada dan serta merta ibu langsung menjodohkanku dengan laki-laki yang umurnya terpaut 9 tahun lebih tua dariku. Memang kami hanya tunangan saja, karena ibu tetap mempertahankan statusku yang masih SMA dan akan menikahkanku kalau aku sudah lulus kuliah nanti. Untuk soal pendidikan keluarga kami selalu mengutamakannya, dan minimal kami harus mendapatkan gelar sarjana. Tapi ternyata semua pilihan ibu itu ternyata benar, cowok yang aku pacari itu ternyata bandar narkoba dan sampai sekarang ia masih di penjara. Mulai dari kejadian itulah aku mulai mengakui bahwaembaga Pemasyarakatan atau penjara ibu itu orang yang baik dan sangat pengertian pada aku dan hidupku ini. Buktinya sekarang Mas Fabian cowok blasteran Indonesia-Cina ini yang menjadi tunanganku sekarang ternyata orang yang baik dan penyabar juga ia sangat mapan dalam pekerjaannya. Sekarang aku masih kuliah di sebuah Universitas Negeri terkemuka di Indonesia umurku memang masih terbilang muda yaitu 20 tahun dan akan menyelesaikan skripsi. Dan juga aku akan mencari kerja dulu baru bersedia menikah dengan Mas Fabian agar aku tidak selalu bergantung dengan calon suamiku itu.
"Assalamu'alaikum mas kamu mau jemput aku enggak hari ini?" pintaku setengah memohon.
"Wa'alikumussalam aduh maaf ya Tiara aku enggak bisa jemput kamu aku lagi meeting nih." ujarnya sibuk.
"Yah enggak bisa ya... Ya sudahlah enggak apa-apa aku pulang sendiri saja, jangan lupa makan ya nanti maagnya kambuh lagi Assalamu'alaikum." pesanku padanya.
" Terima kasih ya Wa'alaikummussalam." jawabnya lembut.
Karena hari ini mas Fabian enggak bisa menjemputku, terpaksa aku telpon ke rumah untuk meminta supir menjemputku tapi begitu aku menelpon ternyata ibu yang mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum." salamku.
"Wa'alaikumussalam." jawab orang di seberang sana.
"Ini ibu ya, bu pak Tarno ada di rumah enggak tolong suruh jemput aku dong." pintaku tergesa-gesa karena kepanasan.
"Pak Tarno lagi enggak ada, tapi biarlah ibu yang menjemputmu." ujar ibu.
Menunggu ibu yang lama membuatku kepanasan karena hari ini memang cuaca sangat panas sekali. Beberapa kali kulirik mobil yang berlalu lalang di luar, namun tidak kujumpai mobil ibu. Kulihat jam, ternyata aku sudah menunggu cukup lama yaitu sudah 2
jam. Tiba-tiba perasaanku mulai tidak enak, aku takut ada apa-apa dengan ibu tapi sudahlah mungkin hanya perasaanku saja. Tidak lama berselang, handphoneku berdering menandakan ada telpon segera kulihat dilayar handphone ternyata telpon dari rumah.
"Assalamu'alaikum ada apa?" tanyaku tergesa-gesa karena takut.
"Wa'alaikumussalam Mbak ini saya mbok Jum ibu kecelakaan mobil sekarang ada di Rumah Sakit!" terang Mbok Jum panik.
"Ya Allah, terima kasih ya mbok." jawabku.
Segera kutelpon mas Fabian untuk menemaniku ke rumah sakit, tapi anehnya begitu kutelpon handphonenya tidak aktif. Karena tidak bisa menelpon mas FAbian kuputuskan saja ke rumah sakit seorang diri.
Sesampainya di rumah sakit, aku langsung menanyakan keadaan ibu kepada dokter jaga.
"Selamat siang dokter, bagaimana keadaan ibu saya?" tanyaku gugup.
"Maaf bu, kami sudah melakukan yang terbaik tap nyawa ibu anda tidak bisa tertolong lagi kami minta maaf!" ujar dokter itu.
Mendengar pernyataan itu membuat badanku sangat lemas sekali, bahkan tidak mampu menopang tubuhku ini dan aku merasa aku akan pingsan. Tiba-tiba lantai yang aku pijak ini semuanya terasa kabur dan sangat gelap.
"Tiara kamu tidak apa-apa?" tanya seseorang memegang pundakku hangat dan rasanya aku mengenal suara ini.
"Mas Fabian, ibu mas...ibu..!" tangisku keras.
"Sudahlah, ikhlaskan ibu jangan buat ia tidak tenang di alamnya!" bujuk Fabian tenang sambil mengelus rambut indah Tiara.
Memang benar kata mas Fabian, aku harus mengikhlaskan kepergian ibu ini dengan hati yang ikhlas agar ibu bisa tenang disana. Ibu aku merasa berdosa sebagai anak, dulu aku sangat membencimu, sangat menghinamu tapi sungguh sekarang ini aku merasa aku belum bisa membahagiankanmu belum bisa membuatmu bangga akan hasil didikanmu ini. Ya Allah kalau ibu punya salah maafkanlah ia jangan engkau menghukumnya dan berilah ia tempat di sisi-Mu Amin! Ibu maafkan aku, kasih sayangmu tidak akan pernah hilang dalam ingatanku sampai aku menyusulmu nanti dan ibu selalu do'akan kami orang-orang yang selalu menyayangimu.
Senin, 15 Juni 2009
Selasa, 09 Juni 2009
Cinta Karenina
Siang itu Karenina sedang memberi makan kelinci kesayangannya, Pito. Kelinci itu pemberian dari Ardian, dokter sekaligus sahabat bagi Karenina karena semenjak kakinya diamputasi ia menjadi anak yang mudah marah dan pemurung. Juga karena ibunya meninggal akibat serangan jantung dan ayahnya menikah lagi dengan perempuan bernama Tante Tina lagi empat bulan setelah kepergian ibunya, perempuan yang dinikahi ayahnya itu sangat baik dan sabar tapi Karenina tetap membencinya karena telah mengambil ayah darinya. Karenina menjadi sakit hati, dan mencoba kabur dari rumah sambil membawa mobil kesayangannya padahal ia belum punya SIM. Namun, kepergiannya dari rumah malah menjadi malapetaka buat dirinya karena ia harus kehilangan satu kakinya, dan itu membuatnya sangat syok sehingga dia mencoba bunuh diri tapi niatnya itu dihalangi oleh dokter Ardian, dan mulai kejadian itulah Karenina dan Ardian mulai dekat. Ardian juga menasihatinya jangan pernah membenci seseorang, apalagi orang itu sudah mau mengurus dan membimbingnya dengan tulus ikhlas. Hal iti yang membuat hati Karenina sebagai perempuan tersentuh, dan ia pun mau menerima Tante Tina sebagai ibu tirinya dengan ikhlas.
"Assalamu'alaikum tante, apa kabar?" tanya Ardian siang itu ramah.
"Eh, Ardian, Wa'alaikumusssalam baik ko!" Jawab Tante Tina ramah.
"Ada Karenina tante?"
"Ada kok,dibelang lagi kasih makan Pito kesana aj."
Cowok berdarah Cina-Indonesia ini segera menuju ke halaman belakang untuk menemui Karenina. Namun, setelah ia sampai di halaman belakang ia tertegun melihat wajah murung Karenina.
"Assalamu'alaikum Nona Karenina."
"Wa'alaikummussalam Ih, apa sih, kan udah gue bilang jangan panggil gue pake nona you know?" marah Karenina.
"Iya deh maaf, gitu aja marah." Ardian tersenyum melihat Karenina sewot.
"Eh,aku mau bilang kalau kamu mau enggk pakai kaki palsu?" tanya Ardian.
"Enggak." jawab Karenina singkat.
"Why?"
"Gue udah bahagia dengan kursi roda ini jadi udahlah biarin aja gue pake kursi roda." bentak Karenina marah.
"Tapi, aku...."
"Maaf ya Ardian gue lagi males ngomongin hal ini, mendingan lo pergi aja ya!" usir Karenina.
Dengan muka kecewa, Ardian meninggalkan Karenina sendirian di halaman belakang. Ia tak habis pikir kenapa Karenina menjadi galak dan judes seperti itu, enggak pernah ia melihat Karenina sampai marah seperti itu.
Handphone Ardian berdering, namun pemiliknya lagi asyik tidur sehingga males sekali untuk mengangkat handphone itu. Tapi sang penelponnya mengira bahwa Ardian marah denggannya karena kelakuannya tadi siang. Si penelpon itu tak lain dan tak bukan adalah Karenina, ia ingin minta maaf karena ucapannya yang sangat tidak wajar itu. Dan ia bersedia untuk memakai kaki palsu yang dianjurkan oleh Ardian itu.
"Wah, ternyata Karenina toh yang menelponku tadi." gumam Ardian sambil mengucek matanya.
Dan ia pun berniat untuk menelpon balik Karenina, dan syukurnya Karenina segera mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum maaf ya tadi enggak diangkat, aku lagi tidur.. ada apa?" tanya Ardian lembut.
"Wa'alaikumussalam gue mau minta maaf karena ucapanku yang kasar tadi, dan mau meralat ucapan gue tadi." ujar Karenina hati-hati.
"Iya, sama-sama aku minta maaf juga ya, yaudah sampe ketemu besok ya?"
"Oke, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikummussalam"
Keesokan harinya, Karenina dan Ardian pun bertemu di Rumah Sakit. Begitu senang Ardian melihat Karenina berubah pikiran karena ia mau memakakai kaki palsu.
"Alhamdulillah akhirnya kamu mau juga menerima tawaranku ini."
Ucapan Ardian dijawab Karenina hanya dengan senyuman, jujur didalam hatinya ia memakai kaki palsu ini karena merasa tidak enak pada Ardian. Setelah sampai di ruang praktek Ardian, langsung saja Karenina berdiri dari kursi roda dan mencoba naik ke tempat tidur, tapi karena keseimbangannya kurang ia terjatuh.
"Auw..." jerit Karenina
"Makanya hati-hati jangan dipaksa." uluran tangan Ardian meraih tangan Karenina.
"Terima Kasih ya."
Tatapan mata Ardian yang lembut itu mampu membuat hati Karenina menjadi sejuk. Andai saja Ardian mau menjadi pacarnya tapi apa iya dia mau menjadi pacarku? Ah, sudahlah tidak usah bermimpi.
"Aku menyuruh kamu kesini hanya untuk melihat bagaimana kondisi kaki kamu ini!" ujar Ardian sambil memeriksa kaki Karenina.
"Lalu kapan gue udah bisa pakai kaki palsu itu?" tanya Karenina.
"Insya Allah besok kalau enggak ada halangan, dan nanti sore aku akan kesana untuk mengambilnya." senyum Ardian mengembang di bibir tipisnya.
"Gue boleh ikut?" pinta Karenina.
"Tak usahlah, kamu di rumah aja nanti aku ke rumahmu oke?" canda Ardian.
"Baiklah, gue pulang dulu ya, assalamu'alaikum." pamit Karenina
"Wa'alaikumussalam."
Entah kenapa dari tadi saat bertemu Ardian perasaannya selalu tidak enak. Semoga ini hanya halusinasiku saja. Tante Tina yang dari tadi melihat Karenina selalu bengong saja segera menghampirinya.
"Karenina, kamu kenapa sih daritadi tante lihat kamu bengong terus?" tanya Tante Tina khawatir.
"Aku takut.... Takut ada apa-apa dengan Ardian, daritadi perasaanku tidak enak terus." curhat Karenina pada Tante Tina.
"Cieee... jangan-jangan kamu suka lagi dengan Ardian." goda Tante Tina sambil tersenyum.
"Ihh tante ini apa-apaan sih."
Dari kejauhan tampak Ardian sedang berjalan terburu-buru menuju ke arah Karenina dan Tante Tina yang sedang duduk.
"Ardian, mau kemana?" tanya Tante Tina ramah.
"Oh, ini tante mau mengambil kaki palsu Karenina di Rumah Sakit." senyum Ardian.
"Hati-hati ya."
Sesampainya di rumah, tiba-tiba saja handphone Karenina berdering dan ia langsung mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum." salam seorang perempuan disana.
"Wa'alaikumussalam, maaf ini siapa ya?" tanya Karenina pelan.
"Saya ibunya Ardian, saya ingin memberitahukan bahwa Ardian meninggal dunia karena tabrakan." ujar suara itu sendu.
Oh Tuhan apakah perasaanku yang tidak enak tadi itu adalah tentang meninggalnya Ardian, seseorang yang telah mampu membuat hidupku ini merasa berguna. Dia yang selalu menjadi motivator bagi hidupku dan yang selalu menyemangatiku untuk selalu menganggap bahwa hidup ini sangat menyenangkan. Ardian aku sungguh beruntung bertemu denganmu dan aku akan berdoa semoga arwahmu selalu tenang disisi-Nya Amien.
"Assalamu'alaikum tante, apa kabar?" tanya Ardian siang itu ramah.
"Eh, Ardian, Wa'alaikumusssalam baik ko!" Jawab Tante Tina ramah.
"Ada Karenina tante?"
"Ada kok,dibelang lagi kasih makan Pito kesana aj."
Cowok berdarah Cina-Indonesia ini segera menuju ke halaman belakang untuk menemui Karenina. Namun, setelah ia sampai di halaman belakang ia tertegun melihat wajah murung Karenina.
"Assalamu'alaikum Nona Karenina."
"Wa'alaikummussalam Ih, apa sih, kan udah gue bilang jangan panggil gue pake nona you know?" marah Karenina.
"Iya deh maaf, gitu aja marah." Ardian tersenyum melihat Karenina sewot.
"Eh,aku mau bilang kalau kamu mau enggk pakai kaki palsu?" tanya Ardian.
"Enggak." jawab Karenina singkat.
"Why?"
"Gue udah bahagia dengan kursi roda ini jadi udahlah biarin aja gue pake kursi roda." bentak Karenina marah.
"Tapi, aku...."
"Maaf ya Ardian gue lagi males ngomongin hal ini, mendingan lo pergi aja ya!" usir Karenina.
Dengan muka kecewa, Ardian meninggalkan Karenina sendirian di halaman belakang. Ia tak habis pikir kenapa Karenina menjadi galak dan judes seperti itu, enggak pernah ia melihat Karenina sampai marah seperti itu.
Handphone Ardian berdering, namun pemiliknya lagi asyik tidur sehingga males sekali untuk mengangkat handphone itu. Tapi sang penelponnya mengira bahwa Ardian marah denggannya karena kelakuannya tadi siang. Si penelpon itu tak lain dan tak bukan adalah Karenina, ia ingin minta maaf karena ucapannya yang sangat tidak wajar itu. Dan ia bersedia untuk memakai kaki palsu yang dianjurkan oleh Ardian itu.
"Wah, ternyata Karenina toh yang menelponku tadi." gumam Ardian sambil mengucek matanya.
Dan ia pun berniat untuk menelpon balik Karenina, dan syukurnya Karenina segera mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum maaf ya tadi enggak diangkat, aku lagi tidur.. ada apa?" tanya Ardian lembut.
"Wa'alaikumussalam gue mau minta maaf karena ucapanku yang kasar tadi, dan mau meralat ucapan gue tadi." ujar Karenina hati-hati.
"Iya, sama-sama aku minta maaf juga ya, yaudah sampe ketemu besok ya?"
"Oke, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikummussalam"
Keesokan harinya, Karenina dan Ardian pun bertemu di Rumah Sakit. Begitu senang Ardian melihat Karenina berubah pikiran karena ia mau memakakai kaki palsu.
"Alhamdulillah akhirnya kamu mau juga menerima tawaranku ini."
Ucapan Ardian dijawab Karenina hanya dengan senyuman, jujur didalam hatinya ia memakai kaki palsu ini karena merasa tidak enak pada Ardian. Setelah sampai di ruang praktek Ardian, langsung saja Karenina berdiri dari kursi roda dan mencoba naik ke tempat tidur, tapi karena keseimbangannya kurang ia terjatuh.
"Auw..." jerit Karenina
"Makanya hati-hati jangan dipaksa." uluran tangan Ardian meraih tangan Karenina.
"Terima Kasih ya."
Tatapan mata Ardian yang lembut itu mampu membuat hati Karenina menjadi sejuk. Andai saja Ardian mau menjadi pacarnya tapi apa iya dia mau menjadi pacarku? Ah, sudahlah tidak usah bermimpi.
"Aku menyuruh kamu kesini hanya untuk melihat bagaimana kondisi kaki kamu ini!" ujar Ardian sambil memeriksa kaki Karenina.
"Lalu kapan gue udah bisa pakai kaki palsu itu?" tanya Karenina.
"Insya Allah besok kalau enggak ada halangan, dan nanti sore aku akan kesana untuk mengambilnya." senyum Ardian mengembang di bibir tipisnya.
"Gue boleh ikut?" pinta Karenina.
"Tak usahlah, kamu di rumah aja nanti aku ke rumahmu oke?" canda Ardian.
"Baiklah, gue pulang dulu ya, assalamu'alaikum." pamit Karenina
"Wa'alaikumussalam."
Entah kenapa dari tadi saat bertemu Ardian perasaannya selalu tidak enak. Semoga ini hanya halusinasiku saja. Tante Tina yang dari tadi melihat Karenina selalu bengong saja segera menghampirinya.
"Karenina, kamu kenapa sih daritadi tante lihat kamu bengong terus?" tanya Tante Tina khawatir.
"Aku takut.... Takut ada apa-apa dengan Ardian, daritadi perasaanku tidak enak terus." curhat Karenina pada Tante Tina.
"Cieee... jangan-jangan kamu suka lagi dengan Ardian." goda Tante Tina sambil tersenyum.
"Ihh tante ini apa-apaan sih."
Dari kejauhan tampak Ardian sedang berjalan terburu-buru menuju ke arah Karenina dan Tante Tina yang sedang duduk.
"Ardian, mau kemana?" tanya Tante Tina ramah.
"Oh, ini tante mau mengambil kaki palsu Karenina di Rumah Sakit." senyum Ardian.
"Hati-hati ya."
Sesampainya di rumah, tiba-tiba saja handphone Karenina berdering dan ia langsung mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum." salam seorang perempuan disana.
"Wa'alaikumussalam, maaf ini siapa ya?" tanya Karenina pelan.
"Saya ibunya Ardian, saya ingin memberitahukan bahwa Ardian meninggal dunia karena tabrakan." ujar suara itu sendu.
Oh Tuhan apakah perasaanku yang tidak enak tadi itu adalah tentang meninggalnya Ardian, seseorang yang telah mampu membuat hidupku ini merasa berguna. Dia yang selalu menjadi motivator bagi hidupku dan yang selalu menyemangatiku untuk selalu menganggap bahwa hidup ini sangat menyenangkan. Ardian aku sungguh beruntung bertemu denganmu dan aku akan berdoa semoga arwahmu selalu tenang disisi-Nya Amien.
Langganan:
Postingan (Atom)